Perbedaan Bekerja di Startup dan Corporate

Didukung dengan kemajuan teknologi yang membuat behavior dan demand masyarakat terus berkembang, sekarang banyak bermunculan startup baru yang mencoba untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Hal ini membuat sebuah opsi karir baru bagi masyarakat, khususnya millennials. Yang tadinya di perusahaan konvensional, sekarang banyak bermunculan pekerjaan baru. Dulu belum ada tuh admin media sosial, masih jarang ada data analyst, UX researcher, digital marketing, dll. Adapun yang paling umum terkenal ada sales, marketing, Human Resource, General Affair, Produksi, R&D, dst.

Kita sebagai anak muda juga jadi menimbang-nimbang, yang paling enak kerja di mana? Kalo corporate memang udah ada lama, tapi sekarang juga lagi ngetren Startup yang keliatannya keren banget kalo kerja disitu. Terus apa bedanya diantara kedua model perusahaan itu?

Nah, kali ini saya coba sharing pemikiran serta pengalaman yang saya ketahui sendiri maupun diskusi dengan orang lain, tapi saya mengemas ini dalam sudut pandang yang positif karena tentu semua pilihan ada dampak negatif atau kekurangannya. Jadi, berikut perbandingan antara bekerja di startup dan bekerja di corporate atau big companies.

Bekerja di Startup

1. Berperan dalam mengembangkan perusahaan
Sebuah perusahaan dikatakan startup ketika belum lama dirintis. Ada yang sudah profitable, ada pula yang baru mengarah ke sana. Tapi yang pasti keberlanjutan startup masih menjadi sebuah tanda tanya besar, sampai berapa lama perusahaan tersebut mampu survive? Untuk itu, kalian yang bekerja di startup adalah orang-orang yang berani bertaruh, karena bisa aja sewaktu-waktu perusahaan harus ditutup, karena produk ternyat tidak fit dengan pasar. Peran kita dalam sebuah startup sangat terasa, karena biasanya karyawan startup sangat ramping, nggak banyak. Jika kalian perform dengan baik, perusahaan mungkin akan cepat berkembang. Sebaliknya, jika kalian asal bekerja, perusahaan pun nggak begitu merasakan dampak pekerjaan kalian.

2. Cakupan pekerjaan tidak selalu sesuai posisi
Ini sering terjadi di banyak startup. Karena jumlah karyawan dan departemen yang ramping, ini berpengaruh terhadap cakupan pekerjaan yang jauh lebih besar dari jobdesc pada umumnya. Misalnya, tim finance terkadang juga mengelola pekerjaan HR dan GA. Tim operation juga bisa mengerjakan jobdesc sebagai legal, dan procurement. Tim HR juga kadang berperan seperti sekretaris. Kurang lebih seperti itu gambarannya, setiap startup tentu akan berbeda treatmentnya.

3. Banyak hal yang dipelajari
Hikmah dari poin 2 tadi yaitu dengan mengerjakan banyak hal, pastinya juga banyak hal yang bisa kita kuasai. Wawasan pun akan sangat luas. Kita bisa nyambung kalo ngobrol dengan temen di perusahaan lain dengan berbagai latar belakang pekerjaan. Ketika bertukar pikiran dengan mereka pun akan sangat bermanfaat buat menambah skill kita yang bisa digunakan di kantor. Begitu mau resign pun kita bisa leluasa melamar di startup lain ke berbagai departemen, karena punya banyak pengalaman memegang pekerjaan.

4. Mudah berbaur dengan C-Level dan CEO
Budaya kerja di startup yang casual bikin para C-Level atau direksi nggak segan untuk membaur dan bercanda bareng staff. Ketika diskusi pun kita bisa bertukar pikiran langsung dengan mereka, ngasih laporan langsung bahkan merekomendasaikan keputusan. Akan menjadi suatu kebanggaan kalo perusahaan ngedengerin masukan dan mengaplikasikan masukan dari kita tersebut. Di luar pekerjaan, kita bahkan bisa berteman atau menjadikan mereka sebagai mentor kita yang bisa jadikan tempat berkonsultasi.

5. Pace kerja cenderung cepat
Salah satu bagian yang seru dari bekerja di startup. Budaya kerja startup sangat dinamis, ini juga karena mengikuti perkembangan bisnis dan pasar. Startup nggak boleh ketinggalan dalam berinovasi untuk menjawab masalah yang ada. Kalah cepet sedikit, akan disalip oleh pesaing. Sebagai contoh, ini sempet dirasakan sama Instagram yang kehilangan user secara signifikan ketika muncul aplikasi baru bernama snapchat yang menawarkan media sosial berbentuk video yang unik karena banyak macam filter dan efeknya. Tapi Instagram nggak mau kalah, akhirnya merilis fitur Story yang mampu mengembalikan user mereka agar stay di Instagram, nggak usah pake aplikasi lain. Selanjutnya snapchat makin tenggelam karena Instagram udah mulai explore lebih banyak filter dan efek dengan berkolaborasi dengan siapapun user yang bisa menjadi creator. Sekarang tambah tenggelam lagi ketika muncul TikTok. Ya, begitulah startup, sangat cepat berubah, sehingga kita juga ditantang untuk mengerjakan banyak hal dengan tim yang cenderung terbatas dan dalam waktu yang singkat.

6. Lebih cepat dalam pengambilan keputusan
Berbeda dengan corporate apalagi BUMN yang kebanyakan rapat, kecepatan budaya startup juga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Tapi hal ini bukan berarti startup asal-asalan dan tanpa data yang akurat dalam membuat keputusan. Startup memangkas banyak birokrasi, ditambah lagi biasanya produk startup tidak meluas seperti big companies, jadi CEO nya juga bisa lebih cepat dalam memperhitungkan berbagai hal.

8. Gaji fleksibel dan tidak selalu memandang ijazah
Ini yang dicari banyak anak muda, termasuk saya. Dengan bekal lulusan SMA, saya mampu malang melintang ke berbagai startup dan nggak punya ijazah S1 nggak menghalangi saya buat berkarir dan meraih title di startup. Gaji yang ditawarkan juga negotiable, tergantung sejauh apa expertise dan pengalaman kita.

Bekerja di Corporate/ Big Companies

1. Peran kita sebatas memaintain bisnis perusahaan
Corporate biasanya udah berdiri sangat lama, udah punya pangsa pasar yang jelas, revenue yang konsisten dan pola bisnis yang pasti. Dengan kita bekerja di corporate, nggak perlu khawatir perusahaan akan bangkrut -terlepas dari semua perusahaan punya possibility itu, setidaknya kemungkinannya sangat kecil. Kan lucu kalo misalnya sekelas Unilever atau Indofood ternyata pailit, orang produknya setiap hari kita konsumsi. Untuk itu, peran kita adalah sebagai penjaga agar bisnis tetap sustainable dan on track. Ada atau nggak ada kita, nggak ngaruh ke perusahaan.

2. Jobdesc sesuai posisi
Corporate atau big companies udah punya SOP yang sangat jelas, bahkan ada sertifikasi yang membuat perusahaan punya standar yang baik, karena ini juga berpengaruh dalam proses bisnis, baik untuk bermitra dengan perusahaan lain, maupun kewajiban legalitas. Setiap pekerjaan udah ada departemennya, kalian cukup menyelesaikan bagian kalian. Kalo ada project yang mandek, bisa kelihatan masalahnya di departemen mana.

3. Fokus dalam menekuni posisi
Ini salah satu keunggulan bekerja di corporate, karir kalian jelas. Misalnya, diawali sebagai intern di marcomm, diangkat jadi staff marcomm. Eh, kalian mau pindah kerja, bisa cari lowongan kerja senior atau supervisor marcomm, sampai diangkat jadi marcomm manager. Merasa cukup puas, mau naik karir lagi, bisa… coba daftar headhunter untuk jadi marcomm director. Beda dengan “lulusan” startup yang kadang bingung mau pindah kerja bagian apa, karena di kantor sebelumnya ngerjainnya banyak hal. Walaupun hikmahnya mereka yang bekerja di startup juga jadi lebih banyak pilihan kelanjutan karirnya.

4. Lebih paham dalam melakukan birokrasi
Karena perusahaan corporate terdiri dari banyak departemen dan jenjang level, kita akan banyak belajar tata cara birokrasi dalam organisasi di sini. Nggak semua hal kita lagi kita lagi yang handle. Jadi tau flow dalam mengerjakan project itu kemana aja. Kita akan lebih banyak wawasan juga tentang departemen apa aja yang ada di perusahaan dan apa aja cakupan kerjanya.

5. Berkoordinasi lintas departemen
Kebalikan dari pace kerja cepat ala startup, anak corporate sesuai pada poin 2 dan 3 di atas, harus agak oper-operan pekerjaan. Misalnya dalam pengadaan barang dan jasa dari usernya udah oke, yang transaksi bukan usernya. Tapi dioper dulu ke procurement, ada negosiasi lagi. Kalo udah, lanjut ke bagian legal untuk bikin PKS atau MOU. Terakhir, nanti yang bayar dari finance. Lebih enak?

6. Lebih paham detail proses meeting
Berbeda dari gaya meeting ala startup yang cenderung casual, gaya meeting ala corporate cenderung lebih detail standarnya. Dari posisi duduk juga udah diatur, bisa juga udah disusun rundownnya. Laporan dibuat di power point dengan detail banget, penuh tulisan dan data. Plus, ada versi hard copy juga. Ini bagus karena kita jadi tau bagaimana me-liaise meeting dengan standar yang baik. Oh ya, tambahan kalo meeting direksi harus ada snacknya ya! Minumnya Equil. Haha

7. Tunjangan lebih lengkap dan mengutamakan ijazah
Sorry ya guys, yang masih belum S1 minggir dulu. Sebagus-bagusnya background kita, kalo ada yang kurang dikit dari kita tapi udah S1, kemungkinan besar dia yang dipilih. Ini udah jadi standar mereka, no debat. Tapi kalo udah masuk corporate, jangan ditanya soal tunjangannya. Mau apa? Asuransi yang nggak BPJS? Ada. Reimburse biaya dokter gigi, boleh. Tunjangan melahirkan? Bisa. Intinya benefit & compensationnya lebih lengkap dari startup, karena ada departemen khusus yang mikirin dan ngelola.

Nah, itulah gambarannya bekerja di startup vs bekerja di corporate. Disclaimer, semuanya dinamis. Bisa bener, bisa salah, karena setiap perusahaan punya manajemen yang berbeda, nggak bisa dipukul rata. Mana yang terbaik? Nggak ada yang baku, alias relatif. Semuanya tergantung kepada individu masing-masing. Kita bisa sukses di startup maupun corporate selama kita perform dan punya motivasi yang tinggi di manapun kita bekerja.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *